Berita Terbaru :
Tuesday, January 8, 2013

Makalah Stratifikasi Sosial

STRATIFIKASI SOSIAL

logo ikIp baru

OLEH:

FEBRIANA WULANDARI (09141083)

INGGRIANI ANDEWI P. (09141108)

ITA SETYANINGRUM (09141112)

LAILIYAH MAKFIYATUL M. (09141123)

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

IKIP PGRI MADIUN

2012

 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak kelahirannya, ilmu-ilmu sosial tidak memiliki batasan atau definisi pokok bahasan yang bersifat eksak/pasti. Artinya berbeda dengan ilmu eksakta (bidang ilmu tentang hal-hal yang bersifat konkret yang dapat diketahui dan diselidiki berdasarkan percobaan serta dapat dibuktikan dengan pasti), rumusan dalam ilmu sosial bersifat tidak pasti karena titik beratnya pada perilaku manusia yang dinamis, selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akan tetapi kajian tentang perilaku manusia tetaplah ilmu sosial, sebab kajian tentang perilaku manusia di dalam kehidupan sosial telah dikaji berdasarkan metodologi ilmiah dan memenuhi persyaratan sebagai kajian ilmu pengetahuan.

Manusia, masyarakat dan lingkungan merupakan fokus kajian sosiologi yang dituangkan dalam kepingan tema utama sosiologi dari masa kemasa. Mengungkap hubungan luar biasa antara keseharian yang dijalani oleh seseorang dan perubahan serta pengaruh yang ditimbulkannya pada masyarakat tempat dia hidup, dan bahkan kepada dunia secara global. Banyak sekali sub kajian dan istilah dlam sosiologi yang membahas perihal tentang, manusia, masyarakat dan lingkungan, salah satunya adalah stratifikasi sosial.

Dalam makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan apakah itu stratifikasi sosial beserta pembahasannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan stratifikasi sosial?

2. Bagaimana caranya mempelajari stratifikasi sosial?

3. Bagaimana sifat dari stratifikasi sosial itu?

4. Apa unsur-unsur stratifikasi sosial?

5. Apakah yang dimaksud dengan mobilitas sosial?

6. Bagaimanakah pandangan terhadap stratifikasi sosial?

7. Bentuk-bentuk stratifikasi sosial dalam kehidupan sehari-hari?

8. Bagaimanakah hubungan pendidikan dengan stratifikasi sosial?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan stratifikasi sosial.

2. Untuk mengetahui caranya mempelajari stratifikasi sosial.

3. Untuk mengetahui sifat dari stratifikasi sosial itu.

4. Untuk mengetahui unsur-unsur stratifikasi sosial.

5. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan mobilitas sosial.

6. Untuk mengetahui pandangan terhadap stratifikasi sosial.

7. Untuk mengetahui bentuk-bentuk stratifikasi sosial dalam kehidupan sehari-hari.

8. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan stratifikasi sosial.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dengan mempelajari stratifikasi sosial, maka kita dapat mengetahui tingkatan-tingkatan yang ada di masyarakat beserta dengan unsur-unsur yang ada di dalamnya.

2. Manfaat Praktis

Untuk guru:

a. Guru dapat mengetahui tingkatan sosial yang ada di masyarakat.

b. Memudahkan guru dalam menyampaikan materi ajar.

Untuk mahasiswa:

a. Mahasiswa dapat mengetahui tingkatan sosial yang ada di masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Stratifikasi Sosial

Pemahaman antara stratifikasi sosial dan kelas sosial sering kali di samakan, padahal di sisi lain pengertian antara stratifikasi sosial dan kelas sosial terdapat perbedaan. Penyamaan dua konsep pengertian stratifikasi sosial dan kelas sosial akan melahirkan pemahaman yang rancu. Stratifikasi sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang kedalam tingkatan atau strata dalam hirarki secara vertikal. Membicarakan stratifikasi sosial berarti mengkaji posisi atau kedudukan antar orang/sekelompok orang dalam keadaan yang tidak sederajat. Adapun pengertian kelas sosial sebenarnya berada dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih merujuk pada satu lapisan atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial. Kelas sosial cenderung diartikan sebagai kelompok yang anggota-anggota memiliki orientasi polititik, nilai budaya, sikap dan prilaku sosial yang secara umum sama.

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mengatakan bahwa terbentuknya stratifikasi dan kelas sosial di dalammnya sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan uang. Stratifikasi sosial adalah strata atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial. Namun lebih penting dari itu, mereka memiliki sikap, nilai-nilai dan gaya hidup yang sama. Semakin rendah kedudukan seseorang di dalam pelapisan sosial, biasanya semakin sedikit pula perkumpulan dan kedudukan sosialnya. Sebab asasi mengapa ada pelapisan sosial dalam masyarakat bukan saja karena ada perbedaan, tetapi karena kemampuan manusia menilai perbedaan itu dengan menerapkan berbagai kriteria. Artinya menganggap ada sesuatu yang dihargai, maka sesuatu itu (dihargai) menjadi bibit yang menumpuhkan adanya system berlapis-lapis dalam masyarakat.

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Kencana, 2011), Sesuatu yang dihargai dapat berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama atau keturunan keluarga yang terhormat. Tingkat kemampuan memiliki sesuatu yang dihargai tersebut akan melahirkan lapisan sosial yang mempunyai kedudukan atas dan rendah. Proses terjadinya sistem lapisan-lapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya, atau sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama.

Proses pelapisan sosial dalam masyarakat dengan sendirinya berangkat dari kondisi perbedaan kemampuan antar individu-individu atau anatar kelompok sosial, contohnya sekelompok orang yang memiliki kemampuan lebih dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tentunya akan menempati strata sosial yang lebih tinggi dari pada kelompok yang memiliki sedikit kemampuan. Adapun proses pelapisan sosial yang disengaja disusun biasanya mengacu kepada pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi formal. Agar dalam masyarakat manusia hidup dengan teratur, maka kekuasaan dan wewenang yang ada harus dibagi-bagi dalam suatu organisasi.
Sifat dari sistem berlapis-lapis dalam masyarakat ada yang tertutup dan ada yang terbuka. Yang bersifat tertutup tidak mungkin pindahnya seorang dan lapisan ke lapisan lain, baik gerak pindahnya ke atas maupun ke bawah.

Keanggotaan lapisan tertutup diperoleh dari kelahiran, sistem ini dapat dilihat pada masyarakat yang berkasta, dalam masyarakat yang feodal atau pada masyarakat yang sistem pelapisannya ditentukan oleh perbedaan rasial. Pada masyarakat yang lapisannya bersifat terbuka, setiap anggota mempunyai kesempatan berusaha dengan kecakapannya sendiri untuk naik lapisan sosial atau jika tidak beruntung dapat terjatuh kelapisan bawahnya.

2. Cara Mempelajari Stratifikasi Sosial

Menurut Zarden, di dalam sosiologi dikenal tiga pendekatan untuk mempelajari stratifikasi sosial, yaitu;

a. Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif artinya, usaha untuk memilah-milah masyarakat kedalam beberapa lapisan dilakukan menurut ukuran-ukuran yang objektif berupa variable yang mudah diukur secara kuantitatif , contohnya tingkat pendidikan dan perbedaan penghasilan

b. Pendekatan Subjektif

Pendekatan subjektif artinya munculnya pelapisan sosial dalam masyrakat tidak diukur dengan kriteria-kriteria yang objektif, melainkan dipilih menurut kesadaran subjektif warga itu sendiri, contonya seseorang yang menurut kriteria objektif termasuk miskin, menurut pendekatan subjektif ini bisa saja dianggap tidak miskin, kalau ia sendiri memang merasa bukan termasuk kelompok masyarakat miskin.

c. Pendekatan Reputasional

Pendekatan reputasional artinya pelapisan social disusun dengan cara subjek penelitian diminta menilai setatus orang lain dengan jalan menempatkan orang lain tersebut ke dalam sekala tertentu. Untuk mecari siapakah didesa tertentu yang termasuk kelas atas, peneliti yang menggunakan pendekatan reputasional bisa melakukannya dengan cara cara menanyakan kepada warga didesa tersebut siapakah warga desa setempat yang paling kaya atau menyakan siapakah warga desa setempat yang paling mungkin diminta pertolongan meminjamkan uang dan sebagainya.

3. Sifat Stratifikasi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.

a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja. Contoh:

1) Sistem kasta ; Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.

2) Rasialis ; Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.

3) Feodal ; Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.

b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh:

1) Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.

2) Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.

c. Stratifikasi Sosial Campuran

Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, orang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.

4. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial terdiri dari dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan dua unsur yang memiliki arti penting bagi sistem sosial.

1) Kedudukan (Status)

Status sosial menurut Ralph Linton adalah sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah.

Ada tiga macam status sosial dalam masyarakat: 

a. Ascribed Status

Ascribed Status merupakan status yang diperoleh seseorang secara alamiah, artinya posisi yang melekat dalam diri seseorang diperoleh tanpa melalui serangkaian usaha. Beberapa status sosial yang melekat pada seseorang yang diperoleh secara otomatis adalah;

1) Status perbedaan usia

Umumnya dalam masyarakat Indonesia terdapat pembagian antara hak dan kewajiban antara orang-orang yang lebih tua dan yang lebih muda. Misalnya dalam suatu kehidupan rumah tangga, anak yang usia lebih tua memiliki strata lebih tinggi di bandingkan dengan anak yang lebih muda, dalam ritual keagamaan islam dimana membaca doa selalu mengutamakan yang lebih tua. Bentuk lain penghormatan yang lebih tua adalah dengan mempersilahkan mereka untuk duduk di barisan depan.

2) Stratifikasi berdasarkan jenis kelamin (gender sex stratification)
Penstrataan sosial berdasarkan jenis kelamin ini dipengaruhi oleh adat tradisi dan ada ajaran agama yang membedakan antara hak dan kwajiban berdasarkan jenis kelamin. Akan tetapi pergeseran sosial budaya juga berpengaruh pada pergeseran peran wanita dimana kaum wanita terkadang memiliki status sosial yang lebih tinggi disbanding dengan kaum laki-laki.

3) Status di dasarkan pada system kekerabatan

Fenomena ini dapat dilihat berbagai peran yang harus diperankan oleh masing-masing anggota keluarga dalam suatu rumah tangga. Munculnya kedudukan kepala keluarga, ibu rumah tangga dan anak-anak berimplikasi pada status dan peran yang harus diperankan oleh masing-masing orang dalam rumah tangga. Seorang istri harus berbakti kepada suami dan suami juga harus menghormati istri karena perannya sebagai pengasuh anak, pendidik anak, dan sebagainya, sedangkan anak-anak harus menaati nasehat orang tua dan dari orangtuanya ia berhak mendapatkan kasih sayang.

4) Stratifikasi berdasarkan kelahiran (born stratification)
Seorang anak yang dilahirkan akan memiliki status sosial yang mengekor pada status orang tuanya. Tinggi rendahnya seorang anak biasanya mengikuti status orang tuanya.

5) Stratifikasi berdasarkan kelompok tertentu (grouping stratification)
Perbedaan ras yang sering kali menimbulkan pemahaman sekelompok manusia tertentu memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan manusia lain. Pemahaman sebagian orang bahwa ras kulit putih lebih superior dibandingkan ras kulit hitam, merupakan salah satu contohnya.

b. Achieved Status

Achieved Status merupakan status sosial yang disandang melalui perjuangan. Pola-pola ini biasanya banyak terjadi distruktur sosial yang telah mengalami perubahan dari pola-pola tradisional kearah modern. Lebih-lebih dalam struktur masyarakat kapitalis liberal dengan menekan pada kebebasan individu untuk mencapai tujuan masing-masing yang sarat dengan persaingan, dalam struktur seperti itu, biasanya struktur sosial lebih terbuka sehingga membuka peluang bagi siapa saja untuk meraih status sosial ekonomi sesuai dengan tujuan masing-masing, beberapa contoh model ini adalah:

1) Stratifikasi berdasarkan Jenjang Pendidikan (education stratification)
Jenjang seseorang biasanya memperngaruhi setatus sosial seseorang di dalam struktur sisialnya. Seseorang yang berpendidikan tinggi hingga bergelar Doktor tentunya akan bersetatus lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang lulusan SD.

2) Stratifikasi di bidang Senioritas

Gejala ini biasanya di kaitkan dengan profesi atau perkerjaan yang dimiliki seseorang. Tingkat senioritas dalam berbagai lembaga perkerjaan biasanya di tentukan berdasarkan tingkat tenggang waktu berkeja dan jenjang kepangkatan atau golongan yang lazi sering disebut dengan jabatan. Biasanya jabatan seseorang dalam suatu lembaga perkerjaan ditentukan oleh tingkat keahlian dan tingkat pendidikannya, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dan keahlian seseorang, maka akan semakin tinggi juga jabatan yang disandangnya. Karena system lapisan sosial seperti ini bersifat terbuka, maka bagi siapa saja bisa menempati status sosial yang relative dianggap lebih mapan asal mereka mempunyai kemampuan dan usaha yang gigih.

3) Stratifikasi di bidang Perkerjaan.

Berbagai jenis perkerjaan juga berpengaruh pada system pelapisan sosial. Anda tuntu sering memiliki penilaian bahwa orang yang berprofesi sebagai panrik becak, kuli bangunan, buruh pabrik dan para pekerja kantoran yang berpakaian bersih, berpenampilan rapi, berdasi dan mengendari mobil, selalu membawa Hp tentu memiliki perbedaan status sosial dalam masyarakat. Para pekerja kantoran akan memiliki status sosial yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang berprofesi sebagai penarik becak. Pola seperti ini juga bersifat terbuka artinya system pelapisan sosial seperti ini membuka peluang bagi siapa saja yang memiliki kegigihan dalam usaha untuk meraihnya termasuk anda.

4) Stratifikasi di bidang Ekonomi

Gejala ini hampir ada diseluruh penjuru dunia. Yang paling mudah di identifikasi di dalam struktur sosial adalah didasarkan pada besar kecilnya penghasilan dan kepemilikan benda-benda materi yang sering disebut harta benda. Indikator antara kaya dan miskin juga mudah sekali di identifikasi, yaitu melalui pemilikan sarana hidup. Orang kaya perkotaan dapat dilihat dari tempat tinggalnya seperti di kawasan real estate elite dengan rumah mewahnya yang dilengkapi dengan taman, kolam renang, memiliki mobil mewah dan benda-benda berharga lainnya. Sedangkan kelompok masyarakat miskin berada dikawasan marginal (pinggiran), hidup di pemukiman kumuh, tidak sehat, kotor, dan sebagainya. Adapun orang kaya perdesaan biasanya diidentifikasi dengan kepemilikan jumlah lahan pertanian, binatang ternak, kebun yang luas dan sebagainya.

c. Assigned Status

Assigned Status adalah status sosial yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari pemberian. Akan tetapi status sosial yang berasal dari pemberian ini sebenarnya juga tak luput dari usaha-usaha seseorang atau sekelompok orang sehingga dengan usaha-usaha tersebut ia memperoleh penghargaan.

2) Peranan (Role)

Sedangkan peran sosial merupakan aspek yang lebih dinamis dibandingkan dengan kedudukan. Status sosial merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peran lebih menjurus pada fungsi seseorang dalam masyarakat. Meskipun demikian, keduanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lainnya saling berhubungan.

Berdasarkan cara memperolehnya, peranan dibedakan menjadi dua, yaitu: 

a) Peranan bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis, bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, ketua RT, dan sebagainya.

b) Peranan pilihan (achieve roles), yaitu peranan yang diperoleh atas keputusannya sendiri, misalnya seseorang memutuskan untuk memilih Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Berdasarkan pelaksanaannya, peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Peranan yang diharapkan (expected roles), yaitu cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan tersebut dilaksanakan secernat-cermatnya dan tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang telah ditentukan. Misalnya, peranan hakim, diplomatik, dan sebagainya.

b) Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan tersebut dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih dinamis, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.

Suatu peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena peran dapat berfungsi sebagai, pertama, memberi arah pada proses sosialisasi. Kedua, pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai, norma, dan pengetahuan. Ketiga, dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat. Keempat, menghidupkan sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.

5. Mobilitas Sosial

Dalam sosiologi, mobilitas sosial berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial. Menurut Haditono, yang dimaksud mobilitas sosial ialah perpindahan seseorang atau sekelompok orang dari kedudukan satu ke kedudukan yang lain. Mobilitas vertikal mengacu pada mobilitas ke atas atau ke bawah dalam stratifikasi sosial. Contoh mengenai mobilitas sosial individu ialah perubahan status seseorang dari seorang tukang menjadi seorang dokter.

Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa mobilitas sosial secara vertikal dapat dilakukan melalui beberapa hal, yaitu angkatan bersenjata, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, organisasi politik, dan organisasi ekonomi.

Dalam keadaan perang di mana setiap negara menghendaki kemenangan maka jasa seorang prajurit akan dihargai dalam masyarakat. Bisa jadi status prajurit tersebut naik, bahkan memperoleh kekuasaan dan wewenang.

Melalui lembaga pendidikan seseorang dapat mengubah statusnya menjadi status yang lebih tinggi. Sedangkan melalui lembaga keagamaan, seseorang yang memiliki kedalaman agama dinilai lebih tinggi statusnya daripada yang tidak. Seseorang yang pandai berorganisasi dalam dunia politik dapat menaikkan statusnya melalui partisipasinya sebagai anggota DPR. Adapun melalui organisasi ekonomi, perusahaan barang maupun jasa memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menaikkan statusnya, karena organisasi ini sifatnya relatif terbuka.

6. Pandangan tentang Stratifikasi Sosial

Ada dua pendapat mengenai pentingnya keberadaan stratifikasi sosial. Para penganut pendekatan fungsionalis biasanya menganggap bahwa stratifikasi sosial merupakan hal yang penting bagi kelangsungan sistem sosial. Hal tersebut bertolak belakang dengan penganut pendekatan konflik yang menyatakan bahwa timbulnya pelapisan sosial merupakan ulah kelompok elit masyarakat atas yang berusaha mempertahankan dominasinya.

Kingsley Davis dan Wilbert Moore, pelopor pendekatan fungsionalis menyatakan bahwa stratifikasi dibutuhkan demi kelangsungan hidup masyarakat yang membutuhkan berbagai jenis pekerjaan. Tanpa adanya stratifikasi ini, masyarakat tidak akan terangsang untuk menekuni pekerjaan-pekerjaan sulit atau pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan proses yang lama dan mahal.

Sedangkan pendekatan konflik yang dipelopori Karl Marx berpandangan bahwa adanya pelapisan sosial bukan sebagai hasil dari konsensus (semua anggota masyarakat menyetujui dan membutuhkan hal itu), melainkan karena mereka masyarakat terpaksa menerima perbedaan karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk menentangnya.

Marx sering mengungkapkan bahwa stratifikasi sosial merupakan bentuk penindasan suatu kelas tinggi kepada kelas yang lebih rendah. Menurutnya, di dalam masyarakat kapitalis, para pemiliki sarana produksi (kelas atas) melakukan tekanan dan pemaksaan kontrol kepada kelas buruh yang posisinya lebih rendah.

7. Bentuk-bentuk Stratifikasi Sosial Dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk membuat skala pengukuran yang menjadi indicator penentu kelompok golongan kelas atas, menengah, dan golongan kelas bawah dalam kehidupan sehari-hari bukan sesuatu yang sulit. Sebab prilaku masing-masing kelas dapat diindentifikasi melalui berbagai ukuran, mulai tingkat penghasilan, benda-benda berharga yang dimiliki hingga pada acara berpakaian yang disebut gaya hidup (life skyle).

Perbedaan dalam Kesanggupan dan Kemampuan
Anggota masyarakat yang menduduki strata tertinggi, tentu memiliki kesanggupan dan kemampuan yang lebih besar dibandingkan masyarakat yang ada di posisi bawahnya, contoh PNS golongan IV kebanyakan mampu membeli mobil, sedangakan PNS yang bergolongan I dan II tentu hanya sanggup untuk membeli sepeda motor. Tingkat kesanggupan dapat dilihat dari:

1) Perlengkapan rumah tangga dan barang-barang konsumsi sehari-hari.

2) Perbedaan dalam berbusana.

3) Tipe tempat tinggal dan lokasinya.

4) Menu makanan.

Perbedaan gaya hidup dapat dilihat dari:

1) Perbedaan pakaian yang dikenakan.

2) Gaya berbicara.

3) Sebutan gelar, baik gelar bangsawan feodalisme, maupun gelar-gelar akademis.

4) Jenis kegiatan dan kegemaran.

Perbedaan dalam hal hak dan akses memanfaatkan sumber daya. Seorang yang menduduki jabatan tinggi biasanya akan semakin banyak hak dan fasilitas yang diperolehnya, sementara itu seseorang yang tidak menduduki jabatan yang strategis apa pun tentu hak dan fasilitas yang mampu dinikmati akan semakin kecil.

8. Hubungan Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial

a. Golongan Sosial dan Tingkat Pendidikan

Menurut penelitian, terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang ditempuhnya. Meskipun tingkat pendidikan sosial seseorang tidak bisa sepenuhnya diramalkan melalui kedudukan sosialnya, namun pendidikan sosial yang tinggi sejalan dengan kedudukan sosial yang tinggi pula.

Anak golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan studinya hingga ke perguruan tinggi. Sedangkan orang golongan tinggi cenderung menginginkan anaknya untuk menyelesaikan pendidikan tinggi. Hal tersebut terjadi karena faktor biaya pendidikan yang tergolong mahal.

b. Golongan Sosial dan Jenis Pendidikan

Golongan sosial juga menentukan jenis pendidikan yang dipilih oleh orang tua siswa. Umumnya, anak-anak yang orang tuanya mampu, cenderung menyekolahkan anaknya di sekolah menengah umum sebagai persiapan studi di universitas. Sedangkan orang tua yang memiliki keterbatasan keuangan, cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Dapat diduga bahwa sekolah kejuruan lebih banyak menampung siswa golongan rendah daripada golongan tinggi. Karena itulah dapat timbul pendapat bahwasanya status sekolah umum lebih tinggi daripada sekolah kejuruan. Siswa sendiri cenderung lebih memilih sekolah menengah umum daripada sekolah kejuruan. Sekalipun sekolah kejuruan dapat memberikan jaminan yang lebih baik untuk langsung terjun di lapangan pekerjaan.

c. Mobilitas Sosial dan Pendidikan

Dalam sistem stratifikasi sosial terbuka (opened social stratification), seseorang dapat melakukan perpindahan dari status rendah ke status tinggi maupun sebaliknya. Perpindahan status ini disebut dengan mobilitas sosial.

Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk melakukan mobilitas sosial tersebut. Pendidikan dipandang sebagai sebuah kesempatan untuk beralih dari suatu golongan ke golongan yang lebih tinggi. Pendidikan secara merata memberi kesamaan dasar pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan rendah.

Menurut Beteille, pendidikan merupakan sesuatu hal yang sangat berharga karena dapat memberikan akses untuk jabatan dengan bayaran yang lebih baik. Banyak contoh yang dapat diamati tentang seseorang yang statusnya meningkat berkat pendidikan yang ditempuhnya. Pada jaman penjajahan Belanda misalnya, orang yang mampu menyelesaikan pendidikannya di HIS (Hollands-Indlandsche School) mempunyai harapan untuk menjadi pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang terhormat. Terlebih jika ia berhasil lulus MULO (Meer Uitgebreid Lager Oderwijs), AMS (Algemene Middlebare School), atau perguruan tinggi, maka semakin besar peluangnya mendapatkan kedudukan yang baik dan masuk golongan sosial menengah atas.

Di samping itu, ada juga beberapa faktor lain yang mempengaruhi mobilitas sosial di bidang pendidikan.

1) Faktor guru. Para guru dapat mendorong anak didiknya untuk meningkatkan status sosialnya melalui prestasi yang tinggi. Guru tersebut juga dapat menjadi model mobilitas sosial berkat usahanya belajar sungguh-sungguh sehingga kedudukannya meningkat. Sebaliknya, guru juga dapat menghambat proses mobilitas sosial apabila guru memandang rendah dan tidak yakin akan kemampuan anak-anak golongan bawah.

2) Faktor sekolah. Sekolah dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan status sosial anak-anak golongan bawah. Di sekolah memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang sama, mempelajari buku yang sama, diajar oleh guru yang sama, bahkan berpakaian seragam yang sama dengan anak golongan tinggi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Stratifikasi sosial adalah adanya lapisan-lapisan, penggolongan-penggolongan, pengelompokkan-pengelompokkan dalam masyarakat, karena adanya perbedaan kriteria/ukuran tertentuyang menjadi dasar terjadinya stratifikasi sosial. Terjadinya stratifikasi sosial itu lebih banyak tidak sengaja dibentuk oleh individu-individu yang bersangkutan, akan tetapi timbul dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, namun kendatinya ada juga yang sengaja dibentuk. Hingga saat ini ukuran determinasi untuk mengukur posisi atau kedudukan seseorang dalam struktur sosial belum memiliki patokan yang pasti.

Hanya saja secara umum determinasi dari stratifikasi sosial dapat dilihat dari dimensi usia, jenis kelamin, agama kelompok etnis atau ras tertentu, tingkat pendidikan formal yang diraihnya, tingkat perkerjaan, besarnya kekuasaan dan kewenangan, status sosial, tempat tinggal, dan dimensi ekonomi. Berbagai dimensi strata sosial tersebut tentunya memiliki perbedaan pengaruhnya didalam masyarakat. Hal itu sangat tergantung pada perkembangan masyarakat dan konteks sosial yang berlaku dalam suatu daerah.

B. Saran

Masyarakat diharapkan tidak bersifat tertutup, namun lebih bersifat terbuka dalam melakukan gerak sosial agar tercipta kehidupan sosial yang selaras tanpa adanya diskriminasi.

DAFTAR PUSTAKA

Setiadi, Elly M dan Kolip Usman.2011.Pengantar Sosiologi.Jakarta; Kencana.

Suharto.1986.Stratifikasi Sosial.Yogyakarta; Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga.

Salim, Agus.2006.Stratifikasi Etnik.Semarang; FIP UNNES dan Tiara Wacana.

Comments
0 Comments

Post a Comment