Berita Terbaru :
Monday, February 4, 2013

Novel Pembalasan karya HSD Muntu

Novel Pembalasan karya HSD Muntu |Pembalasan Oleh HSD Muntu | Pembalasan By HSD Muntu

Rumah Adat Gowa Makasar 1936Sobat UPHil n RAGHiel kali ini Saya share Sinopsis Roman lagi Karya Haji Said Deng Muntu Judulnya “Pembalasan” untuk posting yang sebelumnya berjudul “Karena Kerendahan Budi” jika sobat ingin baca silahkan lihat Disini dan untuk biografi Haji Said Deng Muntu bisa di lihat Disini. Untuk kembali ke Koleksi Novel dan Biografi Pengarang klik Disini.

 

Judul: Pembalasan

Karya: H. S. D. Muntu

Ringkasan

 

Suatu cerita terjadi di daerah Goa/Gowa yang waktu itu dikuasai oleh Belanda. Daeng Mapata mempunyai dua anak yang satu bernama I Marabintang (perempuan) dan I Mappabangka (laki –laki). Ketika Daeng Mapata meninggal dunia. I Marabintang sudah beranjak dewasa sedangkan adiknya, I Mappabangka baru berumur 6 tahun. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya. Daeng Mapata menyerahkan kedua anaknya kepada Pa Pulando selaku orang kepercayaannya.

Amanat yang diberikan oleh Daeng Mapata ini rupanya dibalas dengan tidak baik oleh oleh Pa Pulando. Dalam hatinya telah muncul akal busuk. Diam-diam, dia rupanya hendak memanfaatkan kesempatan ini demi meraih segala harta dan kekayaan yang dimiliki oleh Daeng Mapata. Dia bermaksud hendak melenyapkan I Mapabangka. Sedangkan I Marabintang akan dikawinkan dengan anaknya yang bernama I Bodollahi. Dengan cara begitu, maka secara otomatis semua kekayaan Mapata akan jatuh ke tangan keluarga Pa Pulando.

Siasat itu pun dilaksanakan. Pada suatu malam yang sunyi Daeng Manrangka dan kawan–kawannya yang merupakan kelompok Penyamun ini, melarikan Mappabangka ke dalam hutan. Rupanya kabar penculikan itu sampai ke telinga patroli polisi pemerintah yang disampaikan oleh seseorang , yang tidak lin adalah orang-orang kepercayaan Pa Pulando sendiri. Para Penyamun yang dipimpin oleh Daeng Manrangka ini diikuti oleh sepasukan patroli pemerintah samapi ke sarangnya. Kemudian terjadilah pertempuran dahsyat antara pasukan penyamun dengan pasukan patroli polisi. Kedua belah pihak banyak yang menjadi korban. Akan tetapi, kemenangan sebenarnya ada di pihak pasukan patroli. Manrangka sendiri melarikan diri sambil membawa lari I Mappabangka ke Bonthain.

Tidak beberapa lama kemudian, sersan yang memimpin penyerangan ke sarang penyamun pada malam itu oleh pimpinannya dipindahkan ke Bonthain. Ia akhirnya bertemu lagi dengan Daeng Manrangka, kepala penyamun itu di tengah hutan. Dalam pertempuran itu, sersan polisi langsung membunuh Daeng Manrangka. I Mappabangka yang masih kecil, oleh sersan polisi diserahkan kepada tuan Petorok Bonthain, dan tak lama kembali diserahkan kepada sersan untuk dipelihara.Rumah Adat Gowa Makasar 1880

Setelah sukses di Bonthain, sersan itu dipindah tugaskan ke Aceh. I Mappabangka, anak angkatnya itu dibawa serta dan disekolahkan di Aceh. Tapi malang nasib si sersan di Aceh, setelah istrinya meninggal dunia. Dalam sebuah pemberontakan, si sersan itu mati dipancung oleh para pejuang Aceh. Sersan itu meninggal, I Mappabangka diserahkan kepada seorang letnan yang menjadi atasan sersan itu. Akan tetapi, tidak berapa lama kemudian letnan itu pulang ke Belanda dan olehnya I Mappabangka diserahkan ke sipir penjara di Kotaraja untuk dididik bekerja. Sampai besar I Mappabangka ikut pada sipir penjara di Kotaraja, hingga dia menjadi seorang mandor di penjara itu. Ketika I Mappabangka dipindah tugaskan ke Sawah Lunto, disana ia dibuang dari Makassar karena telah membunuh Pua Nuhung, kawan Pa Pulando. Pertemuan I Mappabangka dengan I Soreang di sawah Lunto itu sangat mengharukan. I Soreang sangat kaget bertemu dengan I Mappabangka, sebab di kira I Mappabangka telah meninggal dunia sewaktu terjadi penyerangan ke sarang penyamun pimpinan Daeng Manrangka.

Sungguh gembiranya hati I Soreang bertemu lagi dengan putra seorang bangsawan dan punggawa yang sangat dia kagumi itu. Dan itu berarti, bahwa usaha-usahanya adalah mencegah pembunuhan yang akan dilakukan oleh Daeng Manrangka dan kawan-kawannya terhadap I Mappabangka, yaitu dengan jalan memberi tahu kepada patroli polisi, tempo dulu itu berhasil menyelamatkan I Mappabangka. Semua itu diceritakan I Soreang pada Mappabangka, sehingga ia mengetahui siapa sebenarnya I Soreang atau Uak Sore. Kedua orang ini kemudian pulang ke Makassar. Karena keberanian dan besarnya jasa yang diperbuat oleh I Soreang maka, dia kemudian dibebaskan dari hukuman.

SEKIAN

Jika Sinopsis Roman ini bermanfaat buat Sobat dan ingin di Share ke Facebook atau Twiter boleh aja caranya Klik Icon Facebook atau Twiter yang ada di atas judul Artikel ini. Dan nanti akan berupa tautan yang sobat bagikan. Jangan lupa Untuk jejek anda silah kan berkomentar di kolom komentar atau sekedar Like Facebook Aq juga boleh Terima kasih.

 

Comments
0 Comments

Post a Comment