Berita Terbaru :
| Monday, February 25, 2013

Kelanjutan KASUS terbunuhnya MUNIR

Kelanjutan Kasus terbunuhnya Munir ini Melanjutkan dari posting saya Kasus Pelanggaran HAM terbunuhnya Munir, jika Anda belum membaca posting sebelumnya silahkan di baca dulu Kasus Pelanggaran HAM terbunuhnya Munir. Makalah Kasus Pelanggaran HAM terbunuhnya Munir juga sebagai referensi dari posting saya yang terdahulu yaitu Kasus-kasus Pelanggarang HAM di Indonesia yang di dalamnya termasuk Kasus terbunuhnya Munir. Selengkapnya mari kita baca bersama…

2.2 Kasus Pelanggaran HAM

Adapun contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia adalah kasus Munir sang pejuang Hak Asasi Manusia. Ia lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 8 Desember 1965 tepatnya di Kota Batu. Munir merupakan seorang aktivis dan pejuang HAM Indonesia Munir mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS).

Berikut adalah kronologis pembunuhan Munir hingga proses pengadilan tersangka pembunuh Munir.

Kelanjutan Kasus Pelanggaran HAM terbunuhnya MunirPada 6 September 2004 Munir menuju Amsterdam untuk melanjutkan studi program master (S2) di Universitas Utrecth Belanda. Munir naik pesawat Garuda Indonesia GA-974 pada pukul 21.55 WIB menuju Singapura untuk kemudian transit di Singapura dan terbang kembali ke Amsterdam. Tiba di Singapura pada pukul 00.40 waktu Singapura. Kemudian pukul 01.50 waktu Singapura Munir kembali terbang dan menuju Amsterdam. Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia. Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.

Salah satunya adalah kebencian para penguasa orde baru terhadap gerakan ‘human right’ Munir. Mereka “penguasa” yang telah semena-mena menindas, membunuh, dan membantai rakyat kecil mendapat perlawanan keras dari Munir. Munir tanpa lelah terus mencari fakta dan realita untuk mengungkap kasus-kasus pembantaian orang dan rakyat yang tidak berdosa. Meskipun dirinya dan keluarganya menerima berbagai ancaman pembunuhan, Munir tetap melangkahkan perjuangannya dengan darah jadi taruhannya.

Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan Munir (dan akhirnya terpidana) adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Selama persidangan, terungkap bahwa pada 7 September 2004, seharusnya Pollycarpus sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas palsu dan mengikuti penerbangan Munir ke Amsterdam. Aksi pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus ‘meminta’ Munir agar berpindah tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan Munir, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005 Pollycarpus BP dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara. Meskipun sampai saat ini, Pollycarpus tidak mengakui dirinya sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti dan skenario pemalsuan surat tugas dan hal-hal yang janggal. Namun, timbul pertanyaan, untuk apa Pollycarpus membunuh Munir. Apakah dia bermusuhan atau bertengkar dengan Munir. Tidak ada historis yang menggambarkan hubungan mereka berdua.

Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor yang pernah menghubungi Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior adalah seorang mantan petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono. Mayjen (Purn) Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai Komandan Koppassus TNI Angkatan Darat yang ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia.

Muchdi PR ditangkap pada 6 Juni 2008. Lalu ia disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pada awal Desember 2008, jaksa penuntut umum (JPU) kasus pembunuhan Munir menuntut Muchdi PR dihukum 15 tahun penjara. Muchdi PR terbukti menganjurkan dan memberikan sarana kepada terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto untuk membunuh Munir.

Jaksa juga memaparkan sejumlah fakta yang terungkap dari keterangan saksi, barang bukti, dan keterangan terdakwa selama 17 kali sidang. Di antaranya adalah surat dari Badan Intelijen Negara yang ditujukan kepada Garuda Indonesia pada Juni 2004 yang merekomendasikan Pollycarpus sebagai petugas aviation security. Hal tersebut sangat tidak wajar karena Badan Intelijen Negara ikut campur urusan bisnis Garuda hingga merekomendasikan Pollycarpus untuk ikut terbang bersama Munir. Jaksa juga menunjuk bukti transaksi panggilan dari nomor telepon yang diduga milik Pollycarpus ke nomor yang diduga milik Muchdi, atau sebaliknya, yang tercatat dalam call data record. Selain itu, dalam persidangan Muchdi PR memberikan keterangan berubah-ubah dan beberapa kali bertindak tidak sopan.

Usaha para jaksa membongkar kasus pembunuhan dan menuntut pelaku pembunuh kandas ditangan majelis hakim PN Jakarta Selatan yang diketuai Suharto. Tanggal  tanggal 31 Desember 2008, majelis hakim menvonis bebas Muchdi Pr atas keterlibatannya dalam pembunuhan aktivis HAM – Munir.

2.3 Pelanggaran HAM yang Tak Kunjung Usai

Kasus Munir merupakan contoh lemahnya penegakan HAM di Indonesia. Kasus Munir juga merupakan hasil dari sisa-sisa pemerintahan orde baru yang saat itu lebih bersifat otoriter. Seharusnya kasus Munir ini dijadikan suatu pelajaran untuk bangsa ini agar meninggalkan cara-cara yang bersifat otoriter karena setiap manusia atau warga Negara memiliki hak untuk memperoleh kebenaran, hak hidup, hak memperoleh keadilan, dan hak atas rasa aman. Sedangkan bangsa Indonesia saat ini memiliki sistem pemerintahan demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi HAM seluruh masyarakat Indonesia.

Pemerintah hingga saat ini masih kurang tegas dalam menangani kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Hal itu dikarenakan kurang ketatnya peraturan perundang-undangan dalam menangani kasus pelanggaran HAM. Dan pemerintah kurang disiplin melaksanakan undang-undang yang telah ditetapkan, sehingga terdapat kesan kelonggaran bagi pelaku pelanggaran HAM.

Selain hal tersebut, kasus Munir merupakan suatu kejahatan yang dicurigai dilakukan oleh penguasa sebelumnya, sehingga terkesan pemerintah sekarang menutup-nutupi “borok” pemerintah sebelumnya agar nama baik pemerintahan tidak tercemar.

Seharusnya pemerintah menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya untuk memberikan Hak-hak yang dimiliki seluruh masyarakat yang tertuang dalam UUD 1945, batang tubuh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000.

Dalam UU No. 39 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah menjamin Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun. Hal diatas sangat bertentangan dengan hal yang diterima Munir sebagai warga Negara yang hanya ingin memperjuangkan kebenaran atas ketidak adilan yang terjadi pada masa pemerintahan orde baru, sehingga dengan dibunuhnya Munir sudah jelas merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM.

BAB III

Kesimpulan

Hak Asasi Manusia(HAM) merupakan anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh manusia dan tak ada satupun orang pun yang dapat mengganggu gugat, tidak terkecuali pemerintah. Jadi sudah sepatutnya pemerintah memberikan apa yang seharusnya rakyat miliki yang diantaranya adalah hak untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran.

Hak Asasi Manusia(HAM) sendiri juga telah diatur didalam UU No. 39 Tahun 1999 yang isinya mengenai hak-hak yang dimiliki rakyat di Indonesia yaitu Hak hidup, Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, Hak mengembangkan diri, Hak memperoleh keadilan, Hak atas kebebasan pribadi, Hak atas rasa aman, Hak atas kesejahteraan, Hak turut serta dalam pemerintah, Hak wanita dan Hak anak

Dengan begitu kasus Munir merupakan pelanggaran HAM yang harus di jadikan pelajaran untuk bangsa ini kedepannya agar lebih menghargai HAM itu sendiri. Untuk itu diperlukan perhatian pemerintah yang mendalam dan pemahaman yang lebih dari seluruh rakyat agar dapat bersama-sama menegakkan HAM di bangsa yang kita cintai ini.

Daftar Pustaka
1. Pembukaan UUD 1945, batang tubuh UUD 1945,
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia,
3. UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia.
4. www. scribd.com/doc/54785849/Makalah-Pelanggaran-HAM-KASUS-MUNIR

Cuman ini yang bisa saya Share Terimakasih. jika Anda ingin Copy Makalah ini bisa Klik disini.
Referensi :
1. Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
2. Studi Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
3. Studi Kasus Kematian Marsinah

 

Tag : Kelanjutan Kasus terbunuhnya Munir,contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia, usut tuntas kasus HAM masa lalu, Pelanggaran HAM yang Tak Kunjung Usai

Comments
0 Comments

Post a Comment